Sabtu, 26 April 2014

INDONESIAN SEVEN SUMMITS EXPEDITION MAHITALA UNPAR, MAHITALA UNPAR SUKSES MELENGKAPI PENDAKIAN 7 PUNCAK DUNIA


Perjuangan Bangsa Indonesia dalam mencapai atap-atap tinggi di dunia akhirnya membuahkan hasil yang amat membanggakan. Lewat empat pendakinya yang tergabung dalam kelompok pencinta alam Mahitala Unpar, Sofyan Arief Fesa (28), Xaverius Frans (24), Broery Andrew Sihombing (22), dan Janatan Ginting (22) akhirnya berhasil menapaki puncak tertinggi di Benua Amerika Utara yaitu Denali (6.194 meter di atas permukaan laut). Dan dari mereka berempatlah gelar The Seven Summiters dipersembahkan bagi untuk pertama kalinya bagi Bangsa Indonesia.

Pendakian menuju Puncak Denali bukanlah perkara yang mudah. Menurut Sofyan, Denali memiliki cuaca yang tidak bisa diprediksi karena sangat cepat untuk berubah. Ketiadaan tenaga angkut atau porter membuat tim harus mengangkut perbekalannya sendiri-sendiri. Dengan sistem Himalayan Tactic atau sistem turun naik, 4 anggota tim yang tergabung dalam tim Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (ISSEMU) seringkali harus berjalan bolak balik dari camp ke camp untuk mengangkut perbekalan dalam 2 kali sorti.
Perjalanan menuju Puncak Denali dimulai dari Base Camp Denali di ketinggian 2.225 mdpl atau lebih di kenal dengan nama South East Fork (SE Fork). Tim ISSEMU mencapai SE Fork (24/6) yang terletak di padang salju Kahiltna dengan menggunakan pesawat tipe Fokker yang diberangkatkan dari Talkeetna. Sebuah kota persinggahan terakhir yang kerap dikunjungi oleh para pendaki Denali. Dari SE Fork, Tim ISSEMU memutuskan untuk membawa seluruh perlengkapan mereka menuju Camp 1 (2.407 mdpl). Perjalanan dimulai pada pk 23.40 waktu setempat (24/6) atau pk 14.40 wib (25/6) dan tiba di Camp 1 pada pk 06.15 waktu setempat (25/6) atau 21.15 wib (25/6). Ekspedisi Denali kali ini, tim ISSEMU tidak membutuhkan bantuan alat penerangan karena pada musim pendakian kali ini matahari selalu menunjukkan kegarangannya di Alaska.
Hambatan Cuaca Buruk
Komunikasi dengan Tim pendaki ISSEMU dilakukan dengan berbagai cara. Tim pendaki ISSEMU dibekali telepon satelit yang berfungsi untuk menelepon dan mengirimkan sms langsung kepada tim pendukung di Bandung. Mereka juga membawa notebook yang berfungsi untuk mengirimkan gambar dan cerita pendek. Selain satphone dan notebook, tim pendaki melengkapi peralatan komunikasi dengan sebuah Global Positioning System (GPS) dengan satellite communicator sehingga pergerakan mereka hari ke hari dapat dipantau melalui sebuah website. Selain itu dengan peralatan tersebut, mereka bisa mengirimkan posisi terakhir berikut dengan pesan singkat ke jejaring sosial Facebook dan Twitter. Melalui semua peralatan komunikasi itulah tim pendaki kerap mengabarkan bahwa cuaca mulai tidak bersahabat lepas dari SE Fork. Pada tanggal 27 Juni 2011, semua pendakian di Denali dihentikan karena cuaca buruk yang tiba-tiba datang. Baru keesokan harinya (28/6) tim pendaki ISSEMU mulai bergerak dari Camp 1 menuju Camp 2 (3.048 mdpl) untuk melaksanakan pengangkutan sorti pertama. Memalui keputusan singkat yang dibuat oleh Matthew Emnt, seorang pemandu dari Alpine Ascents International (AAI), jumlah camp pendakian yang semula direncanakan 5 buah akhirnya harus dipotong menjadi 4 buah camp saja untuk menuju puncak dengan jarak antar camp yang semakin jauh dibanding perencanaan semula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar